Masuk ke dimensi yang lebih tinggi

Perguruan Tinggi di Indonesia harus memasuki dimensi yang lebih tinggi yaitu bukan hanya sekedar institusi yang hanya menyebarkan ilmu pengetahuan (transfer knowledge), atau menghasilkan ilmu pengetahuan (creating knowledge), akan tetapi masuk pada dimensi yang lebih tinggi, yaitu menjadi institusi yang mengkapitalisasi ilmu pengetahuan (capitalizing knowledge). Tentu saja beberapa Perguruan Tinggi (Negeri khususnya) bisa jadi sudah sampai pada tahap ini, namun tidak sedikit yang masih berada pada tahap transfer knowledge. Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi gagasan yang kiranya dapat memberikan inspirasi kalangan Perguruan Tinggi dalam rangka memberikan kontribusi yang lebih besar lagi bagi masyarakat, serta secara spesifik memanfaatkan berbagai temuan studi yang diperoleh baik oleh dosen, maupun mahasiswa, pada seluruh jenjang: Sarjana, Magister dan Doktoral.

Secara spesifik, gagasan saya tampak pada gambar berikut.

Penjelasannya adalah sebagai berikut.

Perguruan Tinggi merupakan lembaga pendidikan tingkat lanjut yang mengemban tugas untuk menyiapkan generasi muda sebagai peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berguna dan produktif. Tugas tersebut merupakan tugas pertama dari tiga tugas utama perguruan tinggi yang dikenal dengan istilah Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu (1) pendidikan dan pengajaran; (2) penelitian dan (3) pengabdian kepada masyarakat. Gagasan yang akan saya jelaskan dalam tulisan ini terutama terkait pada dharma pertama dan kedua. Dalam gambar tersebut, dharma pertama yaitu pendidikan dan pengajaran mewujud dalam apa yang saya sebut dengan transfer knowledge, merupakan dharma paling mendasar, dan sering dinyatakan merupakan core business Perguruan Tinggi. Seluruh Perguruan Tinggi wajib menyelenggarakan tugas ini, dan hampir seluruh energi serta upaya — termasuk investasi — difokuskan pada dharma ini, sampai dengan hari ini. Sejalan dengan kemajuan teknologi informasi yang kita kenal dengan Revolusi Industri 4.0 (bahkan sedang menuju 5.0), harus diakui bahwa tugas tersebut, saat ini sedikit demi sedikit mulai tergantikan oleh berbagai pengetahuan yang tersebar di dunia maya, baik yang berbentuk tulisan (file), maupun berbentuk video, atau bahkan voice yang saat ini populer dengan istilah podcast. Dengan demikian, pada masa sekarang, transfer knowledge tidak bisa dinyatakan sebagai tugas eksklusif Perguruan Tinggi, terutama jika berkaitan dengan penyebaran pengetahuan saja.

Selain itu, secara spesifik, sesuai dengan pasal 5 UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, salah satu tujuan pendidikan tinggi adalah dihasilkannya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia. Dalam gagasan saya, dharma ini saya sebut dengan creating knowledge, yang berarti bahwa berbagai penelitian yang dilakukan oleh dosen Perguruan Tinggi harus merupakan sebuah penciptaan ilmu pengetahuan, baik berupa konsep, metode, dan atau produk atau layanan nyata. Penciptaan ilmu pengetahuan ini seharusnya bukan hanya kegiatan penelitian (kadang-kadang juga dengan kegiatan dharma ketiga yaitu kegiatan abdimas) yang dilakukan oleh dosen saja, namun juga terintegrasi dengan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dalam penyusunan skripsi, thesis, dan atau disertasi. Selain itu, proses yang melalui kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat tersebut, seharusnya tidak berhenti hanya pada ujian sidang, dan atau publikasi di jurnal, atau prosiding. Temuan berupa konsep, metode, dan atau produk/layanan, yang dihasilkan harus dapat dikapitalisasi untuk memberikan manfaat bagi masyarakat. Saya yakin banyak karya penelitian — bahkan yang pada tingkat skripsi — memiliki potensi yang besar untuk membantu memecahkan masalah yang ada di masyarakat. Hal ini berkaitan dengan aspek ketiga dari gagasan saya, yaitu capitalizing the knowledge.

Kapitalisasi ilmu pengetahuan merupakan dimensi yang tinggi bagi Perguruan Tinggi, karena pada tataran ini, Perguruan Tinggi bukan hanya sekedar menyebarkan dan menghasilkan ilmu pengetahuan dalam berbagai temuan risetnya, namun juga mampu mengkapitalisasinya. Kapitalisasi ini bukan hanya dapat menggenerate pendapatan bagi Perguruan Tinggi, namun lebih daripada itu adalah sebagai bentuk nyata strategi implementasi misi Perguruan Tinggi dalam hal membantu memberikan solusi dan mengentaskan persoalan yang ada di masyarakat. Kongkritnya, proses kapitalisasi ini dapat dilembagakan melalui social enterprise (SE). Hal ini karena social enterprise merupakan konsep lembaga yang berorientasi sosial dengan strategi ekonomi yang diarahkan menggunakan keuntungannya untuk menciptakan perubahan dan memberikan manfaat bagi masyarakat (Immanuella, 2018). Mekanisme dan prosedur selanjutnya diatur dan dikembangkan di dalam sistem kerja dalam lembaga ini. Hal paling mendasar adalah pengaturan tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Dosen dan mahasiswa yang memiliki karya dari temuan studi riset/penelitian yang kemudian dikembangkan dan dikapitalisasi haruslah yang menjadi pemegang HAKI-nya.

Melalui pengembangan dan pembentukan SE sebagai moda untuk meningkatkan nilai tambah dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan diharapkan bukan hanya diperoleh manfaat reputasi dan finansial bagi Perguruan Tinggi, namun terutama adalah untuk mengentaskan persoalan di masyarakat. Bentuk lain yang dapat digunakan selain dalam bentuk SE adalah dengan melakukan ekspose berbagai temuan riset/penelitian tersebut di dalam sebuah aplikasi yang memudahkan masyarakat maupun investor ikut berkontribusi dalam pengembangan temuan tersebut. ***

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: